Setelah berputar-putar hampir satu jam mencari museum yang posisinya tidak jelas ini, akhirnya saya berhasil menemukannya. Dengan puas saya pun bergegas masuk. Alangkah terkejutnya saya melihat pintu museum tersebut terkunci rapat. Digembok. Lho, museum kok digembok? Ataukah memang hari ini museum tersebut sedang tutup? Saya bertanya-tanya.
Sepadan dengan namanya, Museum Wasaka atau Waja Sampai Kaputing (berjuang hingga titik darah penghabisan), maka saya pun turut berjuang untuk membuka gerbang museum tersebut. Usaha pertama saya adalah menanyai orang di dekat situ.
“Ditutup, Pak? Sebentar ya, penjaganya tadi baru main ke rumah tetangga,” jawab bapak itu yang kemudian memanggilkan sang penjaga museum.
Lucu juga. Baru kali ini saya tahu ada penjaga museum main di rumah tetangga.
Akhirnya seorang bapak setengah baya datang tergopoh-gopoh. Sambil kebingungan dia lalu memanggil istrinya meminta kunci gembok museum tersebut. Tidak beberapa saat kemudian seorang ibu muda datang tergesa-gesa membawa kunci besar dan membukakan pintu museum tersebut. Semua itu mereka lakukan khusus untuk saya. Spesial.
“Saya gembok, Pak.” kata ibu tersebut, “Soalnya sudah lama nggak ada yang datang.”
Seumur hidup baru pertama kali ini saya menemukan museum yang pintunya tergembok rapat-rapat tanpa ada tanda-tanda kehidupan. Entah saya harus merasa bangga karena museum tadi dibukakan khusus untuk saya seorang atau harus prihatin seperti Presiden yang terdahulu karena melihat museum seperti ini.
Tidak jauh dari situ, melewati jembatan besar, anda sanggup menemukan Duta Mall Banjarmasin yang selalu ramai dengan anak muda. Menariknya, Museum Wasaka yang lokasinya berdekatan nyaris tidak pernah dikunjungi. Mungkinkah museum ini tidak dikemas dengan cukup menarik atau mungkin anak muda bangsa ini sudah peduli setan dengan sejarahnya?
Saya nggak tahu. Saya terlalu capek untuk memikirkannya lebih jauh.
Saya melepas sepatu di depan tangga museum, masuk tanpa alas kaki. Saya tak ditarik bayaran oleh ibunya. Mereka membiarkan saya masuk kemudian menunggui saya di luar. Setengah jam kemudian saya selesai mengitari seisi museum tersebut dan berpamitan. Sambil berjalan ke arah selatan, dari kejauhan saya melihat, museum naas itu kembali digembok.