“Maaf, Mas. Hari ini sudah tidak ada yang dimasak,” kata ibu itu yang menyudahi pencarian saya.
Ikan sidat di Danau Poso besar sekali. Masyarakat sekitar menyebutnya dengan istilah sogili. Sogili dari Danau Poso merupakan salah satu komoditas ekspor andalan dari Tentena selama berpuluh-puluh tahun, utamanya ke Jepang. Biasanya pada musim sogili sekitar bulan Desember hingga Juni, kita dapat menemukan banyak sekali rumah makan yang menyediakan hidangan berbasis sogili. Namun pada musim seperti ini, saya nampaknya kurang beruntung.
Harga sogili mencapai Rp 100.000 per kilogram. Mengingat ukurannya yang begitu besar, tentu ini bukan selazimnya makanan untuk satu orang saja. Meskipun demikian, warga Tentena termasuk jarang menyantap hewan ini lantaran hampir semuanya dikirimkan ke Makassar untuk kemudian diekspor.
Untuk menangkap sogili, di tepian Danau Poso dipasang banyak perangkap. Perangkap sogili terbuat dari kayu dan bambu, wujudnya seperti piramida yang pada ujuungnya dipasangi pukat. Saat sogili berenang keluar dari Danau Poso dan berusaha mencapai bibir sungai, mereka tergiring masuk ke dalam perangkap ini.
Biasanya perangkap sogili ini dimiliki oleh banyak nelayan sekaligus. Cara pembagiannya adalah berdasarkan hari, misalnya nelayan pertama mendapatkan jatah hari Senin. Maka seluruh sogili yang tertangkap pada hari Senin akan menjadi miliknya.