Melepas Malam di Bima

“Di kota ini tempat nongkrong ya cuma alun-alun ini dan Taman Ahamami,” terang Anif kepada saya yang sedang duduk di hampar Lapangan Serasubah yang riuh malam itu, “Satu lagi tempat nongkrong agak luar kota sana.”

Seharian saya berkeliling bersama Anif, malam ini kami menyudahi perjalanan dengan bercengkerama bersama Adin dan Itha di lapangan yang jadi favorit anak-anak muda. Kota Bima selalu ramai, terlebih pada akhir pekan, dengan konsentrasi di dua lokasi utama yang baru saja disebutkan oleh Anif tadi.

“Tetapi kota ini masih jauh dari kata aman,” pelan-pelan Anif memulai ceritanya, “Kasus pembunuhan itu lazim di sini. Kemarin seorang kepala desa dibunuh oleh warganya. Dibacok. Sedangkan beberapa hari sebelumnya ada pembunuhan juga di kampung sana gara-gara kasus LGBT. Meskipun Bima itu kota kecil tetapi kasusnya sudah seperti kota besar saja.”

Tidak salah. Kunjungan pertama ke kota ini sempat dihantui kekhawatiran akan kondisi keamanan Kota Bima yang panas dingin. Informasi yang saya petik dari internet menyebutkan bahwa kota ini sering diwarnai bentrok dengan alasan yang tidak jelas. Beruntung pada kunjungan saya kemarin, segalanya baik-baik saja.