Senja di Kepahiang Kabawetan

Jalanan di Kepahiang adalah lorong yang diapit pohon-pohon tanpa cabang yang berdiri tegak lurus layaknya pagar pekarangan. Di sebaliknya hampar hijau kebun teh melingkungi kawasan Kepahiang Kabawetan dalam satu sebaran yang berujung pada hutan tropis di ujung sana yang mana tetumbuhan paku bongsor melengkung-lengkung rapat memayungi segala sesuatu di bawahnya.

Matahari belum terbenam namun sudah tidak terkesan dari belakang awan-awan tebal yang mengambang rendah di sebalik perbukitan hijau yang membentengi kawasan ini. Kepahiang Kabawetan mengingatkan saya kepada hampar-hampar perkebunan teh di selatan Bandung yang senyap dengan segala kesejukannya.

Cindy berjalan ke tengah perkebunan teh, saya mengikutinya. Tempat-tempat menarik seperti ini banyak terdapat di Bengkulu namun seakan tidak terjangkau oleh tangan-tangan pembangunan. Di satu sisi perkembangannya menjadi berat, sementara di sisi lain keasliannya justru tetap terjaga. Tidak ada pretensi dari tempat ini lantaran ini bukan objek wisata yang dikelola.

“Saya malah tidak pernah tahu bahwa Bengkulu menghasilkan teh,” celetuk saya kepada Cindy yang dijawab dengan gelengan, “Sebab teh biasanya berasal dari Jawa Barat atau Jambi, atau mungkin beberapa daerah lain di Indonesia, tetapi yang jelas belum pernah saya mendengar teh dari Bengkulu.”

Saya rasa ini persoalan marketing dan pengemasan yang kurang baik. Promosi wisata Bengkulu boleh dibilang juga sangat minimalis, bahkan boleh diasumsikan nyaris tidak ada. Jangan heran apabila mengunjungi provinsi ini ibarat membuka kotak kejutan, banyak hal-hal yang kita temukan bukan karena panduan wisata.

Matahari sudah terlihat mengambang begitu rendah, sesaat lagi mengeluarkan semburat jingga terakhirnya untuk hari ini, namun langit di atas kami masih menyala biru cerah. Saya melambaikan tangan kepada Pak Sopir sebagai isyarat bahwa kami harus segera kembali ke Kota Bengkulu yang berjarak sekitar satu jam dari sini.

Mobil digeber melewati jalanan desa yang beraspal sekenanya. Kepahiang nampak begitu memikat tanpa perlu kemasan, antara rasa kagum sekaligus rasa kecewa berbaur menjadi satu.