Meraba Jejak Tragedi Sampit

Setiap kali kata Sampit terucap, teman-teman saya merespon kurang lebih “Serem ya?”, seakan-akan tragedi delapan belas tahun silam di kota ini menjadi sebuah cap abadi yang menghantui kota dan seluruh penduduknya. Padahal ketika saya berada di Kota Sampit, jejak-jejak peristiwa tersebut nyaris tidak berbekas.

Kuburan massal bagi korban pembantaian juga terletak jauh dari kota, di sebuah tanah lapang yang jarang disinggahi orang. Sementara di dalam Kota Sampit sendiri tidak terlihat bekas luka dari peristiwa dua dekade silam. Kecuali satu. Ya. Sebuah tugu yang disebut-sebut sebagai Tiang Perdamaian berdiri di tengah kota ini menjadi pengingat akan tragedi yang pernah membuat nama Sampit terkenal ke seantero nusantara itu.

“Sekarang sudah tidak ada bekasnya sama sekali kok,” protes Sandra ke saya malam itu ketika kami makan malam berdua di tepi Sungai Mentaya, “Malahan sekarang orang Dayak dan orang Madura hidup berdampingan begitu saja. Orang-orang Sampit seakan tidak mau sedikit pun menyinggung peristiwa tersebut sampai sekarang. Tidak ada satu pun yang membahasnya.”

Masyarakat seakan kompak untuk menguburnya dalam-dalam. Sementara yang berisik biasanya justru orang luar. Seperti saya. Saya selalu penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi, bagaimana hubungan antar suku di kota kecil ini, dan seterusnya. Namun informasi yang berhasil saya dapatkan dari masyarakat sangat minimal. Mereka lebih memilih untuk tidak melihat ke belakang.

Delapan belas tahun silam, masyarakat Dayak melakukan ritual Ngayau. Ritual yang melibatkan pemenggalan kepala musuh ini melibatkan korban nyaris 600 orang dari etnis Madura. Sebanyak seratus ribu jiwa kehilangan tempat tinggal dan nama Sampit pun menjadi sinonim dengan keangkeran dan cermin rapuhnya persatuan Indonesia.

Saya duduk seorang diri di bangku taman yang terdapat di bawah pohon rindang. Sepasang muda-mudi bersenda gurau di seberang taman, sementara jalanan terlihat ramai dengan sepeda motor yang lalu lalang. Tanpa membaca sejarah bangsa Indonesia, barangkali tidak akan pernah ada yang menyangka bahwa kota ini punya catatan masa lalu yang kelam.