Seni Modern di Sisi Jakarta

Salah satu kesenangan saya melawat akhir pekan tanpa kelana adalah menyinggahi etalase seni modern di sudut-sudut kota Jakarta. Siapa sangka bahwa kota yang tenar dengan kesemrawutan dan kelimpahan populasi ini punya gurat-gurat manis di setiap sudutnya. Jakarta memang riuh. Semrawut. Namun Jakarta tidak pernah kelabu, ia selalu tampil dalam warna-warni yang semarak.

Museum Nasional adalah salah satu warna Jakarta. Setiap pekan, entah apa, ada pameran seni modern di sayap gedungnya. Pada hari itu saya seorang diri menyusuri barisan karya seni kriya yang dipapar begitu saja tanpa keterangan. Untuk pemaknaannya biarlah kembali ke diri pemirsa masing-masing.

Saya memang penikmat seni, namun tidak cukup pintar untuk menerjemahkan seni. Mencoba memahami makna sebuah karya seni sebenarnya tidak berbeda dengan menerka-nerka benak penciptanya. Alih-alih menemukan jawaban yang benar, tidak jarang saya justru nyangkut di absurditas intepretasi.

Bicara soal seni modern, tentu saja Museum Nasional bukan satu-satunya. Berjalanlah ke seberang jalan melampaui Monumen Nasional maka kita bisa menemukan Galeri Nasional. Sama uniknya, namun Galeri Nasional lebih banyak fokus kepada seni lukis. Tersudut di dalam sebuah gedung tua, galeri kebanggaan bangsa ini sering terlihat sepi, kontras dengan jalanan Gambir di hadapannya yang selalu ramai.

Seperti biasa, apa yang pemerintah punya, pasti ada versi partikelirnya. Sebut saja Ciputra Artpreneur yang terletak di Ciputra World atau Art 1 New Museum di Kemayoran yang keduanya menjadi favorit alternatif saya. Belum lagi Galeri Kuntskring, Gallery Canna, Vivi Yip Art Room, hingga Linggar Seni. Jadi jangan heran apabila saya bisa menghabiskan sehari penuh melompat dari satu galeri ke galeri lain.

Teringat saya akan kata-kata seorang teman, Jakarta memang tidak ada habisnya.