Sang Putri kebingungan ketika dua ksatria melamarnya. Dikarenakan berniatan memilih menantu terbaik untuk putrinya, Sang Permaisuri meminta kedua ksatria membuat sebuah telaga. Ksatria pertama ternyata mampu menyelesaikan permintaan Sang Permaisuri lebih cepat, jadilah sebuah danau kelam yang bernama Telaga Menjer.
Keberhasilan sang ksatria pertama membuat Sang Permaisuri merestui pernikahan putrinya.
Namun ketika sedang berjalan-jalan, ditemuinya Telaga Pengilon karya ksatria kedua. Ia terkesan ketika melihat Telaga Pengilon yang airnya begitu jernih. Bahkan begitu jernihnya hingga telaga itu memantul seperti cermin, atau istilah Jawanya pengilon. Berubahlah pikiran Sang Permaisuri hingga pernikahan dengan ksatria pertama dibatalkan dan ksatria kedua memperoleh Sang Putri.
Sore itu saya bersama Diaz, Ika, dan Eva berkeliaran mengitari telaga yang warna airnya mampu berubah-ubah ini. Pada satu bagian danau nampak begitu bening hingga langit pun memantul, sementara pada bagian lainnya berwarna hijau pekat seperti lunturan cat air.
Telaga Pengilon dan Telaga Warna adalah dua telaga kembar yang bersebelahan. Pada sore itu kami berkesempatan untuk mengunjungi keduanya. Meskipun kembar dan dapat berubah-ubah warna, namun kerapkali keduanya menampilkan warna yang berbeda. Penjelasan ilmiahnya terhubung dengan spesies algae, atau ganggang, yang hidup di kedua telaga tersebut.
Tetapi bagaimana masyarakat menjelaskan perubahan warna ini dari sudut pandang legenda?
Pada suatu ketika, Sang Putri mandi di telaga ini. Datanglah angin kencang yang menerbangkan pakaiannya yang semula ditanggalkan di atas bebatuan. Pakaian tersebut mendarat tepat pada tengah-tengah telaga dan secara ajaib telaga pun berubah menjadi warna-warni karena lunturan pakaian Sang Putri.
Dieng memang kaya dengan mitologi. Jangan heran apabila hampir semua destinasi di sini punya kisah legenda rakyat di baliknya. Entahlah. Bagi saya, yang terpenting saat ini adalah menikmati warna-warni airnya.