Kampung Jawa di Kerinci

Kuli-kuli diangkut dengan kapal dari Jawa Tengah ke pantai Barat Sumatera. Kemudian dengan truk-truk barang, mereka dipindahkan lagi ke hutan hujan di tinggian Kerinci yang mereka namai Kayu Aro. Tugas mereka kala itu hanya satu, membabat hutan untuk ditanami teh.

Seratus tahun berlalu, hutan tropis seluas empat ribu hektar itu sudah musnah. Digantikan kebun teh dan pemukiman orang Jawa. Ya, mayoritas atau hampir semua, penduduk Kerinci adalah orang Jawa. Mereka sudah seratus tahun mendiami tanah ini sebagai kuli kebun teh. Mereka fasih berbahasa Jawa meskipun banyak di antara mereka yang bahkan tidak pernah hidup di Jawa.

“Kakek buyut saya dari Wonogiri, Mas,” terang pemuda yang menjual ayam goreng di tepi jalan provinsi itu, “Tapi saya sendiri belum pernah ke sana. Seumur hidup saya tinggal di Kerinci. Dulu kakek saya ke sini, masih hutan semua katanya, baru dibuka kemudian. Diisi sama orang-orang yang dibawa Belanda dari Jawa.”

Bahasa Jawanya fasih tentu saja, ia berdarah Jawa dan hidup di kampung orang Jawa. Seumur hidupnya mereka tinggal di dataran tinggi yang dingin ini, barangkali mereka pun tidak pernah paham betapa panasnya Wonogiri.

“Pingin main ke Jawa juga, Mas?” tanya saya dengan santai. Ia hanya mengangguk pelan.