Historia Kereta Api Bandung

Bandung besar karena kereta api. Penginapan tumbuh dari seputar stasiun, kemudian menyebar ke seantero cekung Priangan. Tatkala gosip berhembus pada era kolonial bahwa Bandung akan menjadi ibukota menggantikan Batavia, kota ini semakin ramai. Harga tanah melonjak dan influks pengunjung tidak terbendung lagi.

Rel kereta api di Bandung punya sejarah panjang. Jalur menuju Soreang sejauh tiga puluh kilometer dibangun dari Kiaracondong pada awal abad ke-20. Pada saat yang bersamaan rute kereta api Rancaekek dan Tanjungsari diselesaikan. Menyusul kemudian kereta api jurusan Dayeuhkolot, Majalaya, Ciwidey, Citeureup, hingga Pangalengan. Sementara jalur-jalur intra kota disulam melintasi gudang-gudang industri di Cikudapateuh, Ciroyom, Kosambi, dan Andir. Dalam waktu singkat lintasan rel Bumi Priangan menjadi ruwet seperti spaghetti.

Namun pada medio kekuasaan Jepang, jalur-jalur kereta api ini mengalami kerusakan parah. Bahkan jalur-jalur tertentu besi relnya dibongkar dan dipasang di Banten oleh romusha guna menghubungkan sentra-sentra industri batu bara pada masa tersebut. Sementara beberapa jalur lainnya, seperti rute menuju Ciwidey yang melintasi tujuh belas stasiun kecil ditutup sekitar empat puluh tahun silam.

Meskipun Stasiun Bandung masih ramai dengan kereta apinya, boleh dibilang masa jaya kereta api di Kota Kembang telah lewat. Apabila kita mencoba menyusuri rel kereta api yang terpencar ke segala arah dari Bandung, kita akan menemukan jalur-jalur mati dan potongan-potongan rel yang tidak bertuan. Entahlah. Barangkali kita memang tidak sanggup memelihara perkeretaapian di tanah ini.