Di seberang parit selebar enam meter itu sudah merupakan wilayah Malaysia. Tidak terlihat apa-apa di sana kecuali beberapa rumah lapuk berdinding kayu. Sementara di sisi Indonesia terlihat sebuah perkampungan yang ramai dengan anak-anak kecil yang asyik bermain kelereng.
“Jadi ini rumah paling ujung di Indonesia,” seloroh seorang personil TNI-AD yang berjaga di pos Aji Kuning, “Rumah kayu yang ada di seberang sana itu sudah milik Malaysia.”
Sepintas memang tidak terlihat bedanya. Hanya saja memang aktivitas desa Indonesia terasa lebih hidup daripada aktivitas desa Malaysia yang sunyi senyap. Mobil-mobil bak terbuka yang membawa bahan bangunan nampak berseliweran di Aji Kuning. Memang belakangan ini banyak warga yang sedang membangun rumah di perbatasan.
Konon, menurut cerita, memang daerah ini dulunya agak tertinggal dan boleh dibilang terabaikan dari raihan tangan-tangan pembangunan di era Orde Baru. Namun semenjak era reformasi yang membuat media massa di Indonesia lebih liar, cerita tentang nasib Pulau Sebatik menjadi menu tahunan yang terus menerus diangkat media. Hasilnya kini pedesaan di Pulau Sebatik hidup jauh lebih layak dengan pembangunan di sana-sini.
Saya membuka Google Earth untuk memastikan. Ternyata dari atas memang sudah terlihat tidak jauh berbeda antara teritori dari Indonesia dan Malaysia. Luasan perkebunan kelapa sawit tampak terbentang di kedua belah pulau, jalan sempit yang beraspal mulus juga ada di keduanya, malah di wilayah Indonesia kotanya terlihat lebih padat pembangunan.
Desa-desa Sebatik juga ditembus dengan jalan raya beraspal yang dilengkapi sepasang selokan di kedua sisi. Di setiap beberapa meter, bendera merah putih berkibar bak acara tujuh belasan.
Matahari sudah agak miring ke barat ketika mobil Avanza yang kami tumpangi masuk ke jalanan sempit di Desa Aji Kuning. Terlihat sebuah pos perbatasan dengan tiga orang personil TNI-AD duduk-duduk di dalamnya, di atas meja terdapat sebuah senapan mesin otomatis disiagakan di atas sebuah tiang penyangga.
Yusuf memperlambat kecepatan mobilnya kemudian berhenti di depan gapura beberapa meter saja dari pos perbatasan. Saya melambaikan tangan kepada para tentara yang sedang berjaga, mereka membalas dengan lambaian tangan. Inilah pos perbatasan Patok Tiga yang menjadi pos perlintasan favorit di Sebatik.