Dari jejak Hetzel delapan dekade silam, Buton kemudian identik dengan aspal. Saking tenarnya, produk dari tanah ini lantas menyandang nama spesifik Asbuton, kependekan dari aspal Buton. Berbeda dengan aspal minyak yang merupakan residu destilasi minyak bumi, Asbuton adalah aspal alam.
Posisi Pulau Buton di daerah patahan memberikan keunikan tersendiri. Asbuton dapat ditemukan pada kedalaman seribu meter di bawah permukaan tanah, atau sekitar seperempat dari kelaziman. Aspal yang mengendap di ambang kerak bumi ini berasal dari minyak yang terperangkap di lapisan batuan.
Saya memang tidak berkesempatan menyaksikan sendiri penambangan aspal di pulau ini dikarenakan oleh keterbatasan waktu yang kami miliki. Namun menginjakkan kaki di pulau yang sepanjang bangku sekolah selalu saya ingat karena aspalnya ini tentu saja sudah meninggalkan kesan tersendiri.
Pagi ini Rudy dan saya sudah duduk diam di Betoambari. Kami berdua menunggu kedatangan pesawat terbang yang akan membawa kami ke Makassar, meninggalkan Bau-Bau seusai perjumpaan yang sangat singkat ini. Sampai jumpa di lain waktu, Buton!