“Apa yang kita cari di tempat ini?” tanya seseorang.
“Lampu. Kita ke sini cari lampu,” jawab yang lainnya.
Entahlah siapa yang bertanya dan siapa yang menanggapi. Di dalam mobil yang penuh sesak ini saya kesulitan untuk mampu mengenali setiap suara. Kendaraan melaju menerobos hujan gerimis yang membasahi kota Batu kemudian mendadak berbelok memasuki kompleks yang terlihat riuh meriah di kegelapan malam. Batu Night Spectacular.
Usianya belum lama. Mungkin sekitar lima atau enam tahun. Namun wahana wisata di kota Batu ini meroket popularitasnya bersama-sama dengan Jatim Park dan Museum Angkut yang terletak berdekatan. Di dalamnya terdapat sekitar dua puluh atraksi yang bisa dicoba, mulai dari kereta hingga go-kart.
Namun bagi kami malam itu, yang kami cari hanya lampu. Ya lampu dari taman lampion yang cocok untuk berfoto-foto apalagi ketika membawa tim dalam jumlah sebanyak ini, mirip darma wisata anak sekolah.
Saya bukanlah penggemar pariwisata keroyokan seperti ini. Namun anggaplah kunjungan kali ini sebuah pesta kebun, jadilah saya tidak terlampau peduli. Sisi positifnya adalah saya sanggup mendapatkan banyak foto berwarna-warni yang rasanya menarik untuk dipajang di Facebook.
“Setelah ini kita harus cari penginapan dulu,” kata Babul kepada saya, “Belum punya penginapan nih kita. Cari rumah yang bisa disewa semalam untuk ramean begitu.”