Binte Biluhuta, Kuliner Gorontalo

Orang Manado menyebutnya milu siram. Orang Gorontalo menyebutnya binte biluhuta. Sejatinya sama saja, karena binte atau milu sama-sama berarti jagung, sementara biluhuta berarti disiram. Frasa tersebut digunakan untuk menggambarkan kuliner khas Gorontalo yang sup jagung yang secara harafiah berarti jagung disiram kuah.

Entah bagaimana sejarahnya masyarakat jazirah Minahasa punya minat luar biasa terhadap jagung, tidak hanya sup jagung namun juga bubur jagung dan perkedel jagung seakan-akan menjadi menu standar di berbagai restoran. Semakin ke timur, kesenangan terhadap jagung terasa agak memudar, namun di Gorontalo setidaknya si binte masih diminati sebagai kuliner khas daerah.

Saya duduk di kafe D’Cozy yang terletak tidak jauh dari Hotel Amaris di Kota Gorontalo. Kedatangan saya di kafe ini sebenarnya sedikit banyak juga karena hasil pencarian dari TripAdvisor, maklum bagi traveler yang sudah agak berumur seperti saya ini pencarian manual dan eksplorasi yang berlebihan nampaknya sudah semakin dikurangi dan ada kecenderungan untuk lebih menghargai kepraktisan lewat usaha pencarian dari pelancong-pelancong lain yang sudah pernah berkunjung.

“Saya mau coba pisang goroho,” pinta saya kepada pelayan rumah makan ketika menemukan nama hidangan khas Gorontalo yang lain yang saya temukan juga dari pencarian di dunia maya.

Akhirnya datanglah makhluk yang disebut dengan pisang goroho itu dalam bentuk stik pisang yang digoreng tipis-tipis. Pisang goroho ini sebenarnya merupakan salah satu spesies pisang dengan nama latin Musa acuminafe, yang banyak tumbuh di Minahasa. Oleh masyarakat lokal, pisang goroho ditengarai punya banyak nutrisi mulai dari vitamin hingga karbohidrat.

Rasanya pun manis. Pisang goroho yang dipotong tipis-tipis ini ternyata cukup mengenyangkan, alhasil perut saya hanya sanggup menampung setengah porsi sebelum akhirnya menyerah. Belum lagi ditambah dengan minuman es kacang yang masih mengantre masuk ke perut.

Berhubung tadi saya menyantap sup jagung dan kemudian ditambah dengan pisang goroho, hampir dapat dipastikan asupan karbohidrat saya pada hari itu menembus atap yang disarankan. Artinya saya harus meralat ulang diet karbohidrat yang selama ini saya jalani hanya untuk memberikan ruang kepada kuliner khas Gorontalo.