Koleksi Burung di Kota Batu

Elang Jawa berbobot tiga kilogram itu hinggap di lengan saya. Saya pun mencoba untuk tetap menatap kamera meskipun ada sedikit rasa was-was karena paruh karnivora raja unggas ini hanya terpisah seperempat meter dari muka saya. Tidak lama kemudian tiga atau empat suara jepretan kamera terdengar dan si elang kembali ke tiang tenggernya.

“Itu sarung tangannya kulit kerbau,” terang si juru foto usai mengambil gambar saya bersama si Elang Jawa, “Jadi tidak usah khawatir. Memang cengkeraman elang itu kuat sekali, tetapi kalau kulit kerbau sih tidak mungkin tembus juga.”

Ya. Tetapi masalahnya satu, muka saya tidak berlapis kulit kerbau. Jadi saya kurang paham apa yang akan terjadi apabila si elang memutuskan untuk mematuk wajah saya.

Itu adalah satu dari sedikit gambaran tentang apa yang kami telusuri di Eco Green Park. Di taman alam seluas enam hektar ini terdapat ribuan spesies burung dan beberapa di antaranya memang disediakan sebagai sarana berfoto bareng pengunjung, termasuk di antaranya Burung Hantu dan unggas langka Elang Jawa.

Entahlah apakah secara perikebinatangan hal seperti ini dijustifikasi, gara-gara ada yang berkata bahwa Burung Hantu tidak sepantasnya dipaksa untuk berfoto-foto melayani pengunjung pada siang hari. Sebagai unggas nokturnal, Burung Hantu seharusnya beraktivitas pada malam hari.

Saya sendiri kurang begitu paham, namun pada kesempatan kemarin saya mencoba mengambil gambar bersama dengan Elang Jawa yang terletak di sebuah kandang besar.

Eco Green Park bukanlah taman wisata alam yang kawakan. Taman ini baru dibuka sekitar lima tahun silam, melengkapi Secret Zoo dan Museum Satwa. Eco Green Park punya nuansa ekosistem dan lingkungan yang dikemas dengan apik menarik sehingga pengunjung dapat dengan mudah menghabiskan dua tiga jam di tempat ini.

“Aku sih lebih suka burung hantunya daripada elangnya,” celoteh Bayu sementara kami berdua berjalan agak cepat menyusuri kandang-kandang kakatua. Saya sih sebaliknya.