Matahari sudah cukup tinggi, namun lapis-lapis halimun tidak serta merta berlepas dari Dataran Tinggi Dieng. Seiring perjalanan menggapai Candi Arjuna, kabut menggantung rendah setinggi hidung, menyisakan nuansa lembab dan dingin.
Hari itu kami pergi berempat, saya bersama Diaz, Ika, dan Eva, memang menjadikan Candi Arjuna sebagai detinasi pertama. Bukan apa-apa. Namun memang secara lokasi candi tersebut lokasinya paling dekat dari Penginapan Bu Jono, hotel sejuta umat di Dieng.
Kompleks Candi Arjuna mendapatkan namanya dari candi utama yang ada di lokasi ini. Meskipun sejatinya di tanah ini juga terdapat empat candi lain yang mengitarinya. Salah besar apabila anda menebak bahwa kelima candi punya nama sesuai dengan nama kelima Pandawa. Memang. Satu di antaranya bernama Candi Puntadewa, alias Yudhistira pada mitologi Jawa. Namun tiga sisanya adalah Semar, Srikandi, dan Sembadra.
Dibandingkan para kompatriotnya, Candi Arjuna boleh kami bilang yang paling tenar. Kompleks percandian ini merupakan telatar pagelaran anual Dieng Culture Festival. Di dalam kesehariannya, ia juga menjadi lokasi pemotretan pre-wedding favorit.
Dieng bukan barang asing, sebenarnya. Saya yang lahir dan besar di Jawa Tengah sudah barang tentu mendengar banyak ceritera tentang tanah ini. Hanya saja selama tujuh belas tahun di kota Bengawan, saya tidak pernah punya kesempatan untuk berkunjung kemari.
Baru hari inilah, justru dari Jakarta, saya berkesempatan untuk menyinggahi Dieng, petilasan para Dewata. Dan perjalanan kami baru dimulai dari kompleks Candi Arjuna.