“Kita tidak bisa pulang pagi ini,” sanggah bapak pemilik perahu, “Gelombangnya masih terlampau besar, bisa jungkir balik di lautan, jadi lebih baik kita tunggu beberapa jam lagi saja.” Jadilah saya duduk berdiam memeluk ransel di tepi perairan Berau, pasase sempit
Kab Berau
Dihajar Gelombang Derawan
Pondok kayu yang kami inapi malam itu bergoyang-goyang kencang. Lampu gantung yang ada di meja rias berayun-ayun ke sana kemari tidak beraturan. Gelombang lautan di Taman Nasional Derawan-Sangalaki pada malam ini sedang mengamuk. Naasnya, kami saat itu sedang menginap di
Di Nabucco, Mentari Terbakar
Langit seperti segelontor emas yang meleleh. Saya terdiam seorang diri menatap ke laut lepas dari sempadan Pulau Nabucco, pulau selebar lapangan bola yang punya satu kafe dan satu resort di tanahnya yang serba terbatas ini. Pulau Nabucco nan anggun dihiasi
Surga Turun di Maratua
Lanskap hari itu hanya dua warna, biru dan putih. Nuansa laut biru terang membentang apik di hadapan saya berbatasan langsung dengan cakrawala yang sama birunya. Sementara pasir putih menghampar luas seperti karpet yang berlapis bedak bayi. Persetan saja ketika orang
Bekerja di Sini Itu Liburan
Siapa sih yang emoh kita ditawari bekerja di Derawan? Orang bilangnya ini sepenggal surga yang turun ke kolong langit, tempat liburan murah meriah, atau apalah. Namun kenyataannya, saya ada di sini untuk bekerja. Ya. Salah satu klien saya perusahaan batubara
Soal Ubur-Ubur Kakaban
Ini kali kedua saya bersua Danau Kakaban. Danau air asin yang terletak di jantung Pulau Kakaban dihuni oleh komunitas ubur-ubur tidak menyengat yang mengambang di hamparan air layaknya sampah kantong plastik. Lazimnya pengunjung yang singgah di danau ini akan berenang
Ihwal Resort di Maratua
Pondok-pondok itu dibangun menjorok ke laut. Beberapa di antaranya bahkan sudah nyaris ke tengah-tengah seakan-akan berusaha melepaskan diri dari jembatan yang mengikatnya. Sementara di barat sana matahari sudah mengambang rendah di langit seakan-akan tidak sabar untuk melesak ke perairan. Tidak
Terpenjara di Surga Laut
Seumur hidupnya Dandung hanya pernah melihat tanah ini dan laut ini. Delapan belas setengah tahun, katanya, tiada sehari pun dilewatkan di seluar pulau-pulau selepas timur badan Kalimantan memutar ulang rutinitas yang sama hari demi hari. Terkecuali hari ini. Dandung sedang
Hidup dari Laut Derawan
Tangan-tangan tua yang kekar itu mencomoti ikan dari boks styrofoam, perlahan-lahan Pak Faisal mengambil satu demi satu hasil tangkapan semalam dan meletakkannya di nampan baja. Tidak lama kemudian setiap ikan telah berpindah ke tempat yang baru. “Yang ini kita makan
Tanjung Batu Terminus Berau
Dua orang nelayan yang berjalan di lorong dermaga itu barangkali berniat bilang, “Kamu sudah terlambat anak muda, pulanglah ke Tanjungredeb.” Untunglah mereka tidak bilang begitu. Tetapi memang benar. Saya terlampau sore tiba di tempat ini. Selazimnya orang menyeberang ke Pulau