Terpenjara di Surga Laut

Seumur hidupnya Dandung hanya pernah melihat tanah ini dan laut ini. Delapan belas setengah tahun, katanya, tiada sehari pun dilewatkan di seluar pulau-pulau selepas timur badan Kalimantan memutar ulang rutinitas yang sama hari demi hari.

Terkecuali hari ini. Dandung sedang sumringah lantaran untuk pertama kalinya dia akan segera berkunjung ke Tanjungredeb, atau juga disebut Berau. Sejak pagi dia mondar-mandir di dermaga mengenakan pakaian rapi seraya berulang-ulang memeriksa waktu di ponsel tuanya.

“Saya mau dijemput dan diajak ke Berau,” ucapnya dengan seringai lebar seperti anak kecil yang baru saja menemukan mainan di kolong lemari, “Mereka bilang di sana ramai kendaraan, banyak orang dari seluruh Kalimantan.”

Untuk mencapai Kalimantan, dari Pulau Derawan hanya makan waktu dua puluh menit melalui perahu motor tujuan Tanjung Batu. Dari Tanjung Batu menuju ke Berau dapat ditempuh dengan perjalanan darat menggunakan mobil selama dua jam. Ya. Perjalanan dua jam dua puluh menit bisa terasa begitu jauh bagi banyak masyarakat Derawan, semisal Dandung.

“Banyak orang kampung sini yang suka bolak-balik ke Berau dan Balikpapan,” ucap Dandung melanjutkan ceritanya pagi itu, “Tetapi banyak juga yang bahkan tidak pernah ke mana-mana hingga tua. Hanya tahu dunia luar dari televisi, itu pun kalau menonton televisi.”

Tidak mengherankan. Pernah saya menanyai beberapa penduduk Labuan Bajo, sebagian besar juga tidak pernah ke Pulau Komodo yang hanya selemparan sempak dari kota mereka. Aktivitas jalan-jalan ala anak-anak muda yang menjamur di kota-kota seluruh Indonesia ternyata masih alien bagi anak-anak muda dari pedesaan seperti mereka.

Keengganan menjelajah bagi saya terdengar aneh. Namun setelah dua minggu tinggal di tanah permai yang sunyi senyap ini, saya mulai belajar untuk berdamai dengan keadaan. Menikmati bagaimana waktu berjalan lambat-lambat dan belajar menerima segala sesuatu apa adanya pun menjadi semakin dan semakin lumrah.

“Kalau kamu sudah kembali,” pinta saya kepada Dandung, “Cerita ke saya tentang apa yang kamu lihat di Berau. Saya yakin kamu tidak akan berhenti sampai di sana. Suatu saat nanti kamu akan tertarik untuk melihat Samarinda, Balikpapan, dan bahkan Jakarta.”