“Setiap hari Senin, Rabu, dan Jumat selalu ada oto yang turun,” terang Pak Mateos Anin sembari merapatkan jaketnya. Beliau bergegas menuju ke padang rumput untuk memberi makan kerbau sementara saya harus cepat-cepat berpamitan dengan beliau lantaran dikejar waktu untuk segera
Kab Timor Tengah Selatan
Sisa-Sisa Napas Terakhir
“Tarik! Tarik!” seru Pak Kapolres memberikan komando kepada kami, orang-orang yang sudah kelelahan ini berjibaku menyatukan tenaga untuk menarik mobil yang terperangkap, satu demi satu, mendaki tanjakan terjal berlumpur setebal dengkul. Beruntung kami ada enam belas orang hingga setidaknya usaha
Terjebak pada Gulita Malam
Matahari sudah lewat. Tetapi mobil kami belum. Jalanan yang sendat membuat perjalanan seratus meter serasa penuh perjuangan. Ditambah dengan gelapnya malam yang membuat sopir agak kesulitan untuk memindai posisi jalan. Saya berjongkok di bak belakang, berpegangan erat pada tiang-tiang besi
Berjibaku Membelah Rimba
Mobil berjalan meleset ke kanan kiri seperti jerapah yang berjalan di atas lantai yang baru dipel. Sesekali badan mobil tersentak ke bahu jalan kemudian sopir berusaha menguasai kendaraan liar ini dengan membanting setirnya kembali ke badan jalan. Yang saya maksud
Fatumnasi Dibenam Hujan
Hari ini Fatumnasi berada di atas awan dan di bawah air. Di tengah padang savanna luas yang membentang di atap Gunung Mutis, kami harus berbasah kuyup diterpa rembesan air hujan yang turun begitu saja tanpa bilang permisi. Langit yang semula
Digulung Kabut Tebal Mutis
Gulung-gulung awan putih mengambang rendah di kejauhan dan bergerak cepat mendekat. Kemudian awan-awan itu seakan-akan pecah menjadi halimun pekat yang menyelimuti padang savanna pada siang hari itu. Cahaya matahari tanpa berdaya untuk menembusnya dan seketika suasana pun menjadi redup nyaris
Ritual di Atap Fatumnasi
Pak Mateos Anin mengangkat kedua tangannya kemudian berbicara lantang di dalam linguistik yang tidak saya pahami. Di bawah juluran ranting-ranting tebal pohon renta yang ada di puncak Gunung Mutis itu sang tetua suku mengawali ritualnya. Rombongan Polres Timor Tengah Selatan
Menciduk Mata Air Mutis
Di antara gunduk-gunduk bukit yang berselimut rumput itu terselip sebuah jeram. Untuk mencapainya saya harus merosot turun menyusuri petak-petak rumput yang curam nyaris vertikal. Dua puluh meter dalamnya. Di bawah sana sungai kecil dengan gemericik airnya terlindung dari pekatnya kabut,
Padang Rumput Fatumnasi
Sesaat kami sempat melipir jurang terjal yang dasarnya tidak terlihat lantaran tertutup kabut. Tetapi melihat pucuk-pucuk pohon tinggi menjulang setinggi hidung saja, saya meyakini bahwa di sisi kanan kami saat ini adalah jurang sedalam lebih dari tiga puluh meter. Mobil
Naik Mutis, Mandi Lumpur!
Pagi itu Hutan Mutis ibarat gunungan lumpur. Hujan yang mengguyur dua malam silam meninggalkan jejak berupa tanah merah lembek yang menggenangi badan jalan. Akibatnya kendaraan yang berusaha melintas pun kesulitan untuk mempertahankan diri di dalam lintasan, ibaratnya bermain sepatu roda