Fatumnasi terselip di celah pegunungan. Tidak jauh dari desa ini terlihat puncak Gunung Mutis, atap Pulau Timor, mengambang di awang-awang seakan meneduhi seantero pulau. Desa kecil ini begitu tenang, jauh dari keramaian, sedikit banyak lantaran sulitnya akses transportasi untuk masuk
Kab Timor Tengah Selatan
Melewatkan Malam di Lopo
Suhu di luar anjlok hingga delapan derajat Celsius. Malam di Fatumnasi mengingatkan saya akan malam-malam yang pernah saya lewati di Dataran Tinggi Dieng beberapa waktu silam. Yang berbeda adalah yang memisahkan antara saya dengan bekunya malam kali ini hanyalah bilah-bilah
Di Dalam Lopo Tetua Adat
Pak Mateos Anin punya banyak lopo di pekarangan rumahnya. Satu lopo yang terletak tepat di tengah-tengah pekarangan adalah lopo yang paling besar, ukurannya dua tiga kali lopo-lopo lainnya. Di sinilah Pak Mateos Anin bersama keluarganya berkumpul, menjadikan gubuk kecil ini
Lopo Gondrong Ala Selatan
Lopo adalah pemandangan kambuhan ketika melintasi bagian tengah Pulau Timor dari utara ke selatan. Istilah lopo ini merujuk kepada rumah adat Timor yang berbahan dasar bambu dan alang-alang sebagai atapnya. Lopo di Kabupaten Timor Tengah Utara punya tiang-tiang kokoh yang
Mateos Anin dan Lopo Mutis
Bertemu dengan Mateos Anin adalah belajar tentang ramah tamah. Beliau adalah generasi kesebelas dari klan Anin Fuka, sebuah suku pedalaman yang pertama kali mendiami tanah Fatumnasi. Di desa kecil di lereng Gunung Mutis inilah Pak Anin memimpin Suku Mollo dari
Sambut Ramah Mateos Anin
“Dari mana bapak?” tanya kakek itu melongokkan kepalanya dari jendela rumah. “Dari Solo, Pak.” jawab saya sembari menyeringai lebar. Saya yakin sekali bahwa orang yang berdiri di hadapan saya ini adalah Mateos Anin, sang jurukunci Gunung Mutis yang saya cari-cari
Fatumnasi, Puncaknya Timor
Tanoebok Tem Toi Fatumnasi. Selamat datang di Fatumnasi. Tulisan kabur yang tertatah di salah satu bongkah batu di tepi jalan membuat saya sedikit bernapas lega lantaran kami akhirnya bisa mencapai Fatumnasi sebelum hujan mengguyur. Namun ternyata sisa perjalanan juga tidak
Jalan Rusak ke Fatumnasi
Entah sudah berapa kali saya harus turun agar Pak Nikolaus, tukang ojek yang membawa saya ke Fatumnasi, bisa memaksakan sepeda motornya untuk naik. Aspal mulus sudah habis sekitar lima kilometer yang lalu. Kini yang tersisa hanyalah jalan raya yang dikeraskan
Kapan-Kapan Kita ke Kapan
Melalui pesan singkatnya, Galuh mengatakan bahwa di Desa Kapan inilah aspal terakhir. Setelah ini hanya ada aspal satu kilometer lagi hingga tujuh belas kilometer ke atas. Sepeda motor dihentikan di pinggir jalan, tukang ojek memberikan kesempatan kepada saya untuk membeli
Soe, Apa Itu Patung Nasi?
Bus jurusan Kefamenanu-Kupang menurunkan saya di tepi jalan tanpa meninggalkan apapun selain jejak asap hitam yang mengepul dari pipa knalpotnya. Dan jadilah saya termangu seorang diri di pinggir jalan Kota Soe, ibukota Kabupaten Timor Tengah Selatan, tanpa syak wasangka hendak