Baru satu menit kemudian saya menyadari kebodohan. Penjaga hotel menawarkan kopi atau teh sebagai hidangan pembuka, saya dengan spektakuler memilih teh. Mamasa adalah negeri penghasil kopi. Bahkan ada yang berkata bahwa kopi Toraja yang dijual di Jakarta sebenarnya berasal dari
Kab Mamasa
Wajah Kekristenan Mamasa
Bangunan gereja berdinding putih bersih bertaburan di Mamasa. Dari tepian sungai hingga pucuk-pucuk bukit hijau. Sesekali bunyi lonceng bersahut-sahutan bergema di seluruh dataran terdengar lirih lembut dari kejauhan. Sekelompok warga berpakaian rapi berjalan kaki, bersiap menghadiri kebaktian. Kekristenan memang mendominasi
Banua Rumah Adat Mamasa
“Kami mau seperti Toraja,” sambut bapak di Rante Buda itu sambil menyesap kretek, “Masalahnya kami tidak punya akses langsung ke Kementrian seperti mereka. Saya yakin, pemerintah lokal sudah berpikir keras untuk memajukan ekonomi Mamasa, tetapi mereka kurang cerdas untuk membuat
Indahnya Pagi di Mamasa
Bagi saya dosa besar seorang penjelajah adalah melewatkan pagi. Hanya ada satu celah sempit momen di sebuah kota yang baru, yang mana kita bisa merasakan aktivitas komunal perlahan berdenyut. Pagi hari adalah sketsa akan dinamika sebuah kota dan pagi ini
Jalan Terjal ke Mamasa
Andaikata saya membawa sebotol susu dari Polewali, setiba di Mamasa pasti ia sudah berubah menjadi sebotol milk-shake. Kijang uzur yang membawa saya berjuang mati-matian menaklukkan koridor sempit berbatu di tubir ngarai. Jalanan penuh kelok-kelok tajam dengan sudut-sudut sendat. Sesekali kengerian