Awalnya Fatmawati bermaksud meminta pendapat Soekarno ihwal pinangan seorang anak wedana terhadap dirinya. Bukannya mendapatkan saran, Soekarno justru menyatakan cinta. Di Bumi Rafflesia inilah Fatmawati, seorang keturunan putri dari Kerajaan Indrapura, mengenyam pendidikan di sebuah sekolah Katholik. Dalam pembuangannya di Bengkulu, Soekarno berkenalan dan meminang gadis manis yang usianya terpaut dua puluh dua tahun itu. Segalanya terjadi begitu saja tanpa ada angin atau hujan.
Fatmawati adalah tipikal wanita yang keras. Kehidupan berkeluarganya dengan Presiden Soekarno dipenuhi dengan konflik senggol kanan kiri yang kerap memanas. Terlebih tatkala Sang Ibu Negara menolak suaminya berpoligami. Fatmawati sempat menuntut perceraian namun tidak berhasil lantaran tidak ada satu pun pemuka agama yang berani mengesahkan perceraian Presiden Soekarno.
Sang Ibu Negara kerap disederhanakan sebagai sosok yang menjahitkan Sang Saka Merah Putih untuk dikibarkan pada saat Proklamasi republik juvenil ini. Padahal sejatinya Fatmawati Soekarno lebih daripada itu. Beliau mendirikan lembaga sosial sebagai bentuk kepedulian terhadap para pengidap tuberculosis dan sebuah rumah sakit besar di Jakarta.
Kini nama Fatmawati identik dengan Bengkulu, mulai dari bandar udara hingga nama jalan raya. Yang menarik adalah Rumah Fatmawati yang ada di Bengkulu ternyata bukan rumah beliau, melainkan rumah milik kerabat yang memang dihibahkan kepada pemerintah Bengkulu untuk dijadikan cagar budaya. Terlepas dari semua itu, sosok Sang Ibu Negara memang telah menjadi totem untuk Bumi Rafflesia.