Dari Minatani ke Pariwisata

“Dulu ya di sini itu semuanya nelayan,” sergah Pak Kuswadi siang itu. Tangan-tangan uzurnya nampak lincah memperbaiki ban sepeda yang meleset dari alurnya. Sementara Ian dan saya duduk di sebelahnya, menunggu ikan bakar yang kami pesan tiba.

Dulu. Itu satu kata yang perlu digarisbawahi dari ucapan Pak Kuswadi. Dulu memang nyaris semua orang di Sawarna adalah nelayan, mereka melaut dan menjual hasil tangkapan di Pelabuhan Ratu. Namun seiring dengan meroketnya popularitas tanah ini, pekerjaan mereka menjadi semakin variatif, mulai dari buka warung hingga buka homestay.

Pergeseran dari minatani ke pariwisata sudah barang tentu mengubah cara hidup orang-orang di Sawarna. Jika dulu Tanjung Layar adalah desa senyap yang anggun kini pantainya benar-benar menjijikkan. Gubuk-gubuk warung makan bertebaran di sepanjang jalan pantainya, terserak begitu saja tanpa aturan main. Semakin banyak penduduk yang melihat pariwisata sebagai potensi yang menjanjikan untuk meraup penghasilan, namun tidak ada pendidikan perihal mengaturnya.

Saya hanya tersenyum kecut. Teringat delapan tahun silam saya berkunjung ke tempat ini. Sunyi senyap Sawarna dan segala keanggunan tanahnya begitu memukau. Namun kini barangkali sudah saatnya mencari tempat singgah yang baru.