Pagi Beku di Katedral Ruteng

Dengan mengenakan celana training dan track-jacket saya berjalan menembus dinginnya kota Ruteng pada pagi hari. Segerombolan anak-anak kecil berteriak-teriak heboh melihat saya dari lubang jendela kelasnya ketika saya melintas di depan sebuah sekolah. Saya hanya tersenyum simpul dan membidikkan kamera ke arah mereka untuk mengambil gambar.

Di sebuah pertigaan jalan, berdirilah gereja terbesar di ibukota Kabupaten Manggarai. Gereja bernama lengkap Gereja Katedral Santo Yosef dan Santa Maria Asumpta tersebut lebih dikenal dengan sebutan Katedral Ruteng.

Apabila ditilik dari ukurannya, gereja ini cukup besar. Mungkin mampu menampung hingga 3.000 orang atau bahkan lebih. Di depannya terdapat halaman yang luas dan dikitari oleh pepohonan. Sementara itu pintu gerbangnya terbuka lebar sehingga siapa saja dapat masuk ke kompleks gereja ini.

Ruteng akrab dengan sebutan Kota Seribu Gereja di Flores. Ibarat kota-kota di Jawa yang mempunyai masjid-masjid kecil di kampung-kampung, kota Ruteng juga mempunyai gereja-gereja kecil hampir di tiap sudut jalan. Demikian pula apabila kota-kota di Jawa mempunyai musholla di kantor-kantor, maka kota Ruteng juga mempunyai kapel-kapel di bangunan-bangunan publik.

Sesekali udara pagi yang dingin berhembus menembus sela-sela jaket tebal. Saya pun merapatkan jaket setinggi dagu untuk menghalaunya. Ruteng tidak sebiasanya menerima panas matahari yang cukup, pada pagi dan sore hari kota ini sudah berubah menjadi kulkas raksasa.

Namun dinginnya pagi itu tidak menghalangi saya maupun Lomar untuk berfoto sejenak. Berfoto dengan induk dari seribu gereja dari Kota di Atas Awan.