Mangunan di Atas Awan

Jika bukan karena sendat-sendat gugus kapas putih itu, tempat ini tidak akan jadi seperti pasar malam. Tetapi apa mau dikata, semenjak era berkibarnya media sosial, Mangunan nan cantik berselimut awan di pagi hari ini memang seakan tidak pernah pungkas menjadi bahan sebaran di kalangan pejalan. Walaupun lazimnya mereka yang ke sini hanya butuh satu dua jepret foto profil, tidak menutup peluang juga bagi saya yang memang ingin mendinginkan kepala di ambang perbukitan ini.

“Kebun Buah Mangunan ini sekarang sudah tidak banyak buah,” celetuk bapak yang nongkrong di sana, “Masih ada beberapa pohon durian dan pohon mangga yang dibudidayakan, tetapi setahu saya sekarang tinggal sedikit.”

Untuk mencapai Kebun Buah Mangunan sebenarnya tidaklah sulit. Yang diperlukan hanyalah itikad untuk bangun pagi-pagi karena pemandangan cantik di sini paling menarik disaksikan di pagi hari. Kebetulan pada pagi itu Monica bersama saya menyusuri jalanan dari Kota Yogyakarta menuju ke Imogiri, melintasi jalan raya beraspal sepanjang 15 kilometer yang menyisir pedesaan Bantul.

Arak-arakan awan di bawah kami bergerak perlahan. Orang-orang mulai berkumpul di ambang pagar untuk mengambil gambar-gambar terbaik. Tempat yang menawarkan kecantikan ini kemudian riuh bagaikan pasar malam.

Monika menemani saya berdiri di ujung pagar, kadangkala kita harus bersabar setengah berebut untuk mendapatkan posisi terbaik untuk mengambil gambar diri. Susah untuk bisa menikmati keadaan seperti ini, saya mencoba untuk mengabaikan keadaan sekitar dan menatap lekat-lekat gulungan awan yang berarak santai di bawah sana.

Kebun Buah Mangunan tidak menampakkan sebatang pohon buah pun. Sejauh mata memandang hanya terdapat sebuah sungai kecil di bawah sana diapit oleh hamparan lembah hijau berselimut pohon-pohon rendah, sementara awan putih silih berganti memayungi. Di atas ini sekumpulan turis haus hiburan menyesaki arena tepi tebing yang hanya seluas lapangan basket.

“Sudah terang,” celetuk saya kepada Monika, “Kita lanjut ke Dlingo saja?”

Monika mengangguk dan kami berdua meninggalkan tempat itu dengan langkah seribu.