Putra mempercepat langkahnya. Kami berdua berjalan menyusuri pematang pesisir Polewali. Sesekali sepatu saya terbenam ke lumpur berbencah yang bercampur dengan pasir pantai. Ada hutan mangrove di ujung sana, itulah alasannya mengapa kami terdampar di tempat ini.
“Ini bukan tempat wisata,” kata Putra menjelaskan, “Hanya saja kami suka bermain di sini. Kami bahkan juga punya satu kapal untuk main rame-rame. Kapalnya kami tinggal di sini, tapi entah di mana sekarang kapalnya. Tapi masa hilang? Siapa sih yang mau mencuri kapal?”
Entah saya harus menjawab apa. Saya belum pernah punya kapal, jadi saya tidak tahu rasanya kehilangan kapal dalam situasi seperti ini. Tapi masa sih kapal segede itu hilang gara-gara salah naruh?
Putra mengajak saya menghampiri sebuah pondokan kayu yang ada di salah satu pohon bakau. Rumah pohon yang dibangun oleh tim Komunitas Petualang Sulawesi Barat, katanya. Singkat cerita kami berdua berteduh di sana melewatkan siang yang panas sambil membicarakan, apalagi kalau bukan, Uwais!