Bagi saya dosa besar seorang penjelajah adalah melewatkan pagi. Hanya ada satu celah sempit momen di sebuah kota yang baru, yang mana kita bisa merasakan aktivitas komunal perlahan berdenyut. Pagi hari adalah sketsa akan dinamika sebuah kota dan pagi ini Mamasa diguyur hujan di musim kemarau.
“Mamasa tidak pernah selalu kering,” ucap Silas dengan suara parau, “Di sini kapan saja bisa hujan.”
Demikianlah hujan di Mamasa bukan perkara musim, melainkan okasionalitas. Hujan bisa datang kapan saja, baik diduga maupun tidak, dan membasuh Mamasa ibarat jeda dalam aktivitas masyarakatnya.
Hujan seakan menunda matahari walau hanya sesaat. Cahaya matahari menyinari salah satu sisi Gunung Mambuliling, memperlihatkan secara jelas gurat-gurat lerengnya. Saya duduk di lantai dua teras hotel sembari menikmati momen yang hanya berlangsung sekitar lima belas menit itu.
“Di belakang Mambuliling, ada gunung tinggi, namanya Gunung Gandang Dewata,” Silas menyusul saya naik ke lantai dua, “Butuh delapan hari untuk mencapai puncaknya dari sini.”
Gandang Dewata memang mempunyai reputasi sebagai gunung yang susah ditaklukkan. Dinamai begitu karena dari atas gunung sering terdengar suara gema, seolah-olah berasal dari bunyi dentuman gendang para dewata. Dari sana, lahirlah pula mitologi lokal yang meyakini suara gema sebagai sebuah pertanda meninggalnya salah satu penduduk desa.
Saya berpamitan dengan Silas untuk berjalan kaki menyimak sudut-sudut Mamasa. Barangkali lantaran udara paginya yang relatif dingin, aktivitas pagi di Mamasa terkesan terlambat. Pukul tujuh pagi belum terlihat banyak aktivitas masyarakatnya. Jalanan terasa sunyi sementara orang-orang nampaknya masih mengurung diri di rumah masing-masing. Contoh saja Silas yang tadi baru saja melipat selimutnya.
Terdiam di lengkung jembatan, saya melihat Sungai Mamasa berdebur keras di bawah kedua kaki. Airnya bergelora berkilauan memantulkan pendar cahaya matahari sementara selapis kabut tipis mengambang di atasnya. Entahlah. Diam saya terpaku di sana seorang diri menikmati momen yang hanya sesaat itu.