Riuh Rendah Pantai Sawarna

Dari Pantai Ciantir anda hanya perlu menimurkan diri dua kilometer. Berjalan melipir melangkahi bebatuan licin sembari berpegangan kepada dinding karang. Ada tiga titik pemandangan menarik di sana, yaitu Tanjung Layar, Karang Taraje, dan Laguna Pari.

Berbeda dengan tetangganya di barat, pantai di latar timur Sawarna ini bukanlah pantai pasir putih melainkan pantai karang. Semakin ke timur hamparan pasir semakin jarang dan tergantikan oleh karang-karang besar berundak. Memang hanya setengah hari di sana, namun paling tidak masih bisa saya abadikan pengalaman tersebut di dalam catatan berikut ini.

Orang Jawa boleh berkata karang arang kranjang, yang artinya karang banyak banget. Gambaran tentang latar timur Sawarna memang tidak jauh dari celetukan tersebut. Sepanjang satu kilometer garis pantai dihiasi oleh karang berbagai ukuran yang membentengi daratan dari gedoran ombak ganas khas Laut Selatan.

Ada dua cara untuk mencapainya. Cara pertama adalah melewati jalan darat dengan menerobos perkebunan pisang dan mendaki bukit ke arah timur dari desa nelayan. Andaikan hari sebelumnya hujan, daerah ini akan menjadi sangat becek dan licin, sehingga berjalan menerobosnya potensial merekondisi penampilan anda hingga terlihat seperti swamp thing.

Cara kedua agak lebih riskan, yaitu dengan menyusuri pantai. Apabila air laut tidak surut, cara ini kurang layak untuk diambil sebab jalanan yang kami lalui berupa karang-karang licin yang penuh dengan jebakan Batman. Namun apabila air laut sedang surut, anda dapat menyusurinya dengan berjalan menepi di sisi tebing sambil sesekali menikmati cipratan ombak.

Perjalanan ini makan waktu sekitar satu jam. Namun di sepanjang perjalanan anda akan disodori dengan panorama pantai yang menakjubkan. Apalagi jika anda berjalan pada saat matahari baru terbit, maka anda akan berkesempatan melihat munculnya mentari dari Laguna Pari. Hanya saja untuk melewatinya perlu berhati-hati karena melalui bebatuan berlumut yang sangat licin.

Singkat cerita, Sawarna pernah menjadi favorit masa silam.

Sudah hampir sepuluh tahun yang lalu ketika kami mengunjungi Sawarna. Kawasan yang dulu senyap menjadi tempat pengasingan, kini riuh rendah dengan bus-bus turis. Entahlah. Saya merindukan Sawarna yang lama.