Siapa boleh sangka jika dahulu Stasiun Kertosono adalah salah satu stasiun besar di Jawa. Dari era Staat Spoorwagen hingga Jawatan Kereta Api, stasiun ini menjadi episenter lalu lintas persepuran Jawa Timur yang meriah. Utamanya tentu saja didorong oleh produksi tebu dari Pabrik Gula Lestari yang terletak dua puluh kilometer dari kota Nganjuk. Bertahun-tahun keberadaan stasiun tua ini menopang perekonomian dan industri tebu di sebagian timur Jawadwipa.
Seiring dengan menyusutnya produksi tebu, wilayah ini lambat laun kehilangan prominensi. Apalah mau dikata. Bahkan pada satu dua tahun silam, kereta-kereta besar sudah mulai bablas mawon tanpa berhenti di stasiun bersejarah ini.
Pagi itu, entah mengapa, kereta eksekutif yang saya tumpangi mendadak berhenti di sini. Tidak biasanya Turangga singgah di Kertosono. Saya pun memanfaatkan kesempatan yang singkat ini untuk menyambar sekotak nasi pecel dari seorang pedagang di tepi stasiun.
Meskipun bukan pusat Kabupaten Nganjuk, Kertosono sedang menantikan transformasi besar. Pasalnya akses jalan tol yang menghubungkan Solo-Kertosono sedang berada dalam proses konstruksi. Ada yang mengungkapkan bahwa keberadaan jalan tol ini akan mengembalikan kemeriahan Kertosono, namun ada pula yang mengkhawatirkan bahwa ketika jalan tol Solo-Surabaya tertuntaskan, Kertosono akan bernasib seperti Purwakarta. Terlewatkan dan terlupakan.