Barangkali penduduk Desa Kacung berkiblat ke Gunung Batur. Sejujurnya, saya sendiri tidak menduga bahwa perjalanan menyisir Pulau Bangka sudah dijembatani fasilitas jalan beraspal mulus yang membentang ke setiap sudut nusa timah ini. Tetapi siapa sangka bahwa perjalanan saya dari Pangkalpinang ke Sungailiat maupun ke Muntok tidak menemui aral berarti.
Pulau Bangka melepaskan diri bersama Pulau Belitung dari Sumatera Selatan pada tahun 2001. Semenjak lepas dari komando Palembang itulah Pangkalpinang memimpin banyak pembenahan di pulau ini. Tidak terkecuali dengan akses transportasi di dua pulau, Bangka dan Belitung, yang kini sama-sama beraspal mulus.
“Satu jam lagi ke Muntok, dari mana, Mas?” tanya penjual bensin di tepi jalan dengan ramah tamah khas Melayu ketika saya berhenti sejenak untuk beristirahat dan mengisi bahan bakar, “Jalan ke sana sudah bagus, jadi tidak perlu khawatir. Asalkan tidak hujan enak untuk bermotor di Pulau Bangka.”
Sejatinya saya justru berharap agar hari ini agak mendung lantaran panasnya siang boleh dibilang sudah agak kelewatan. Perjalanan tinggal sedikit sebelum mencapai Muntok, sebuah kota bersejarah yang seakan-akan lenyap dari peta historia nusantara. Sudah tidak sabar lagi rasanya untuk menyelami sisi tersembunyi dari kota kecil yang berada di ujung barat Pulau Bangka itu.