Satu demi satu armada Belanda berlepas dari bumi Papua. Di bawah perairan Irian Barat, selusin kapal selam Indonesia menyeru-nyeru lantang mengisyaratkan sebuah pengusiran massal. Akad New York tahun 1962 menatah lembar pemaktuban kekuasaan, yang berakibat dihalaunya bala tentara Belanda melalui operasi militer yang bertajuk Alugoro. Papua milik Indonesia.
Itu adalah misi terpenting sekaligus terbesar untuk KRI Pasopati 410, sebuah kapal selam kelas Whiskey yang diboyong dari Uni Sovyet untuk memperkuat armada laut Indonesia. Pelayanannya yang berawal di perairan utara Papua berakhir di tengah kota Surabaya dalam sebuah misi yang sama sekali berlainan, menjadi monumen.
Monumen Kapal Selam, demikian orang menyebutnya, adalah lahan parkir KRI Pasopati 410. Dari sisi Kalimas, kapal berbobot 1300 ton ini terlihat angkuh dengan warna hijau toska menyala.
KRI Pasopati 410 bertolak dari Vladivostok bersama sebelas kapal selam lain dalam suatu inisiatif untuk memperkuat Angkatan Laut Republik Indonesia. Dalam masanya, sabmarin Uni Sovyet ini adalah teror bagi blok Barat lantaran mengkopi banyak fitur armada laut Inggris dengan sangat efektif. Dari dua ratus tiga puluh unit yang eksis di dunia, dua belas di antaranya milik Indonesia.
Pada awal perekrutannya, puluhan kelasi-kelasi muda Indonesia dikirim ke Primorsky Krai untuk digembleng mempelajari tata cara pengoperasian kapal ini. Pelatihan yang dilakukan di perairan beku Vladivostok ini disampaikan dalam Bahasa Rusia. Untuk itu, para pelaut lebih dulu menjalani tiga bulan kursus Bahasa Rusia untuk sebelum bertolak ke pantai timur Rusia. Bayangkanlah saja betapa rumitnya memahami instruksi-instruksi teknis itu nantinya.
Namanya juga kapal selam, ruangan di dalam kapal ini begitu sempit. Terdapat beberapa palka untuk pusat kemudi, peluncur torpedo, dan kamar tidur yang dilengkapi ranjang tingkat macam hotel kapsul. Untuk melewati beberapa bagian ruangan, pengunjung harus merundukkan kepala lantaran banyaknya pipa besi yang berseliweran di langit-langitnya.
Ada satu lagi anekdot menarik. Lantaran kapal ini dimanufaktur untuk perairan Laut Utara yang membeku, sudah barang tentu desainnya rapat dan sumpek. Ketika bertugas di Indonesia, konon kondisi interior kapal ini panasnya bukan main. Alih-alih berpakaian angkatan laut, para awaknya terpaksa harus berkaos dan bercelana pendek!